“ KENALI DIRI ANDA “
Kita tidak bisa mulai benar benar hidup sebelum mengetahui siapa dan apa kita. Jadi siapakah kita? Apakah kita adalah apa yang kita kerjakan sesuai nama pekerjaan kita? Apakah kita adalah dari mana kita berasal, sesuai bangsa kita? Apakah kita, keyakinan kita, sesuai kepercayaan kita? Jika tidak ada satu pun dari hal tersebut menjawab pertanyaan diatas, dan memang tidak, apakah anda? siapakah Anda? Tak ada lagi yang tersisa. Kalau begitu kita harus memanggil Anda apa? Kepekaan? Kesadaran? Jiwa? Roh? Ataukah semua itu lagi lagi cuma merek label ? Dapatkah kita melampaui semua label tersebut dan hanya menjadi jati diri Anda? Jati diri. Perorangan. Sadar.
Bebas. Jati diri yang mawas diri. Itulah Anda.
Bahasa yang lazim di dunia ini adalah bahasa label. Dan seperti halnya label yang menempel di sebuah kotak atau yang tergantung pada sebuah pakaian bukanlah barang yang di deskripsikan label itu, kita telah salah mengenali kedua hal tersebut. Kita berfikir bahwa kita adalah apa yang di deskripsikan label kita. Lalu pada saat label tersebut terancam atau dilepaskan, kita merasa sangat kesal. Kita sukar melihat ilusi itu dan menyadari bahwa kita sebenarnya bukan apa yang dikatakan label kita. Beberapa dari kita bahkan rela mati demi label( agama, komunitas, partai, suku dll) mereka.
Kita bukanlah kebangsaan, ras, gender, atau agama kita. Akan tetapi,
kita diajari untuk berfikir bahwa kita adalah berbagai hal tersebut
dan hal itu sangat tidak tercerahkan. Hal itu juga menjadikan
kehidupan sebuah perjalanan yang sangat menyakitkan. Tidaklah
mengejutkan bila orang-orang di sekitar kita sering kali mengenal
kita lebih baik daripada kita mengenal diri sendiri. Tak seorangpun
mengajari kita nilai mengenal diri sendiri, seperti yang dikatakan
seorang filsuf terkenal “ hidup yang tidak disadari tak berharga
untuk dijalani.” yang sesungguhnya bermakna bahwa jati diri jarang
dikenal seutuhnya.
Mengenal diri sendiri berarti menyadari jati diri sejati ( jiwa ),
sifat sejati ( damai ), dan tujuan sejati ( menciptakan, memberi,
dan menerima). Bila hal itu diwujudkan dan dipahami, Anda akan mulai
mengerti dari mana emosi-emosi seperti kemarahan, depresi, rasa
sakit dan ketidaknyamanan, kehampaan, dan keserakahan berasal. Anda
perlu mengetahui bagaimana dan mengapa perasaan perasaan itu muncul
dalam kepribadian Anda. Jika tidak, kesengsaraan akan sering
mengunjungi Anda, akan terjadi kehampaan makna hidup, dan Anda akan
merasakan hidup Anda tak berharga.
Ketika Anda mampu menanggalkan semua label palsu identitas Anda,
Anda akan mulai memperoleh kembali kesadaran akan jati diri sejati
Anda. Kesadaran itu lebih merupakan pengalaman daripada gagasan,
yang menjadi alasan kenapa meditasi atau tafakur adalah jalan
terbaik untuk mencapainya. Ingat , cara Anda melihat diri sendiri
sepenuhnya mempengaruhi cara Anda melihat dunia, pendapat Anda
tentang dunia, dan karena itu apa yang Anda berikan kepada dunia dan
semesta. Dan apa yang Anda berikan kepada dunia adalah apa yang Anda
peroleh kembali dari dunia.
Bagi banyak orang, mengenali diri sendiri bisa jadi ide yang aneh.
Hal tersebut sedemikian asing pada seluruh sistem pendidikan kita
sehingga bisa jadi sulit untuk melihat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari kita. Akan tetapi, bagaimana jika di usia yang sangat
tua Anda menemukan bahwa Anda betul-betul seseorang yang pandai dan
bijaksana, seseorang yang penuh wawasan dan tercerahkan. ...kenapa
Anda tidak bisa menemukan ciri khas bathin terpendam itu pada usia
dua puluhan tahun? Kemawasan diri, penemuan diri, pemahaman diri,
dan penguasaan diri semuanya merupakan jalan setapak untuk menemukan
kembali kebijaksanaan dan harta karun kekayaan bathin kita ( kuntu
kanzan mahfiyan ). jangan jalani seluruh hidup Anda di luar diri
Anda sendiri, luangkan sedikit waktu di dalam ruang rindu dan Anda
akan mengerti makna sejati “ perburuan harta karun”. Setelah Anda
menemukan harta karun tersebut itulah peta Anda, dan saat nya untuk
memulai perjalanan Anda. Wa Allahu 'Aalim.
About Islam,Christians,Religions,prosperity,spiritual,wali,wali songo,syekh siti jenar,angels,muhammad,jesus christ, moses,abraham,david,
AL ISLAM
“ Al-Islam sesuai dengan segala zaman dan tempat “
Tiga agama besar dunia, Yahudi, Nasrani dan Islam, dibawa oleh keturunan dari Nabi Ebraheem. Sedangkan dari segi ajaran, walaupun semua Nabi sama-sama membawa ajaran keesaan Tuhan, namun dalam pemaparannya Nabi Ebraheem mengemukakan bukti-bukti yang berbeda dari Nabi-nabi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan perkembangan tingkat kedewasaan berfikir umat pada setiap Nabi-nabi itu.
Nabi Ebraheem merupakan periode baru dari tuntunan pencarian seorang manusia tentang ketuhanan Yang Maha Esa. Sebab jauh di dalam diri manusia terdapat kekuatan-kekuatan yang masih tertidur nyenyak ( Annas niyaam faizhaa muutuu intabahuu ), kekuatan yang membuat
mereka takjub yang apabila digugah dan ditindaklanjuti akan merubah paradigma dan kehidupan secara cepat. Hal ini lah yang dialami oleh Ebraheem, dia termasuk manusia dengan tipikal Climber ( orang yang seumur hidupnya membangkitkan dirinya pada puncak perjalanan
keruhaniannya untuk mencapai dan menjalani hidup secara lengkap.
Sebagaimana direkam dalam Al-Qur'an QS. Al-An'am 76-79 dalam proses pencarian akan kebenaran ada orang-orang yang menolak kesempatan untuk tumbuh dan berkembang ( Quitter ) seperti Ayahnya Ebraheem, dan ada juga orang-orang yang cepat puas dengan perjuangan dan pencariannya akan kebenaran dan karena bosan mereka menghentikan dan
mengakhiri pendakian spiritual serta mencari tempat datar aman dan nyaman saja (Camper ). dengan kata lain manusia ada yang tidak percaya akan adanya Tuhan, ada yang percaya adanya Tuhan dan mereka merasa cukup untuk tidak menggali dan mencari serta mendaki lagi, serta ada manusia yang percaya pada Tuhan dan dijadikan kepercayaannya itu sebagai Stepping Stone atau batu loncatan untuk pencarian lebih dalam dari apa yang dipercayainya itu. Hal ini lah yang terjadi pada Nabi Ebraheem, sehingga dikenal disamping sebagai “ Bapak para Nabi “, Ebraheem pun dikenal sebagai ' Bapak Monoteisme serta proklamator keadilan Ilahi “.
Nabi Ebraheem mengajak kepada semua umat manusia pada masanya untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Pencipta langit dan bumi, serta semua umat manusia. Tuhan semua makhluk yang tidak membedakan suku, bangsa dan jenis makhluk tertentu. Namun secara jelas dan harfiah dituturkan dalam kitab suci bahwa yang pertama kali menyadari
Al-Islam atau sikap kondisi jiwa yang pasrah total hanya kepada Tuhan itu sebagai inti agama ialah nabi Nuh, Rosul Allah urutan ketiga dalam deretan 25 Nabi & Rosul setelah Adam dan Idris.
Dituturkan bahwa Nabi Nuh mendapat perintah Allah untuk menjadi salah seorang yang Muslim ( orang yang pasrah ) dan bersifat Al-Islam, pasrah hanya kepada Tuhan ( QS. 10 : 71-72 ). Kesadaran akan al-Islam itu lebih lebih lagi tumbuh derngan kuat dan tegas pada Nabi Ebraheem. Seperti juga halnya Nabi Nuh, Ebraheem juga diperintahkan untuk berislam ( QS. 2 : 131 ).
Agama yang benar dengan inti ajaran pasrah total hanya kepada Tuhan itu kemudian diwasiatkan Ebraheem kepada keturunannya. Salah satu garis keturunannya itu adalah Nabi Ya'qub atau Israel ( artinya hamba Allah ) dari jurusan nabi Ishaq, salah seorang putra Ebraheem.
Wasiat Ebraheem dan Ya'qub itu kemudian menjadi dasar agama-agama Israel, yaitu yang sekarang bertahan agama Yahudi dan Nasrani ( QS. 2 : 132 ). Jadi agama Yahudi dan Nasrani berpangkal pada Al-Islam, karena merupakan kelanjutan agama Nabi Ebraheem. Tapi tidaklah
berarti bahwa Ebraheem itu seorang Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang yang pasrah total hanya pada Tuhan ( Muslim) ( QS.3 : 65-67 ). Bahwa agama Yahudi itu pada dasarnya mengajarkan “Islam” , ditegaskan dalam penuturan Al-Qur'an mengenai fungsi Taurat ( QS. 5
: 44 ). Begitu pula dengan Nabi Isa/Yesus atau Al-masih/Kristus putera Maryam, Isa datang dengan membawa ajaran pasrah total hanya pada Tuhan ( QS. 3 : 52, QS. 5 :111 ).
Karena merupakan inti semua agama yang benar, maka “ Al-Islam “ atau pasrah hanya pada Tuhan adalah pangkal adanya hidayat Ilahi kepada seseorang. Maka “Al-Islam” menjadi landasan universal kehidupan manusia dan semua makhluk Tuhan dan berlaku di setiap tempat dan waktu. Dan karena “ Al-Islam “ merupakan titik temu semua ajaran yang benar, maka diantara sesama penganut yang tulus akan ajaran itu pada prinsipnya harus dibina hubungan dan pergaulan yang sebaik-baiknya, kecuali dalam keadaan terpaksa, seperti jika salah satu dari mereka bertindak zalim kepada yang lain. Sikap ini terutama diamanatkan kepada para pengikut Nabi Muhammad, sebab salah satu tujuan dan fungsi umat Muhammad adalah sebagai penengah (umatan washatan/washit ) antara sesama manusia, serta sebagai saksi (syuhada) atas seluruh kemanusiaan. Jadi sikap pasrah kepada Tuhan itu merupakan tuntutan alami semua makhluk Tuhan dalam hal ini adalah manusia.
Agama ( bahasa Arab nya :al-din, secara harfiah antara lain berarti “ ketundukan, kepatuhan, atau ketaatan ) yang sah tidak bisa lain daripada sikap pasrah kepada Tuhan ( Al-Islam). Maka tidak ada agama tanpa sikap itu, yakni, keagamaan tanpa kepasrahan kepada Tuhan adalah tidak sejati ( inilah antara lain makna penegasan QS. 3 : 19, QS. 3 : 85, barang siapa menuntut “ agama” selain “al-islam” maka darinya tidak akan diterima, dan di akhirat ia akan termasuk mereka yang merugi ). karena prinsip-prinsip ini maka semua agama yang benar pada hakikatnya adalah “ al-Islam”, yakni mengajarkan sikap kepasrahdirian hanya kepada Sang Pencipta, Tuhan yang Esa.
Dalam kitab suci berulang kali kita dapati penegasan bahwa agama para Nabi terdahulu sebelum Muhammad SAW, semuanya adalah “Al-Islam” karena inti semua ajaran agama itu adalah ajaran tentang pasrah kepada Tuhan. Atas dasar inilah maka agama yang dibawa Nabi Muhammad disebut Agama Islam, karena ia secara sadar dan dengan penuh deliberasi mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan, sehingga agama Nabi Muhammad merupakan Al-Islam, namun bukan satu-satunya, dan tidak unik dalam arti berdiri sendiri, melainkan tampil dalam rangkaian dengan agama-agama Al-Islam yang lain, yang telah tampil terdahulu. Apalagi sikap pasrah kepada Tuhan itu merupakan hakikat dari seluruh alam, yaitu sikap pasrah pihak ciptaan kepada pencipta-Nya, yaitu Tuhan. Ketaatan langit dan bumi, mekarnya bunga
di taman, bergugurannya dedaunan di musim dingin adalah kepasrahan dan keislamannya. Maka implikasi prinsip-prinsip yang diletakkan dalam Al-Qur'an itu adalah kesatuan kenabian dan kerosulan. Yaitu bahwa semua Nabi dan Rosul mengemban visi dan misi yang sama yaitu membawa manusia kembali kepada Tuhan yang Esa dan Tuhannya adalah Tuhan yang Maha Esa. Tugas Ilahi ini sama dan tidak bisa, serta tidak dibenarkan, untuk dibeda-bedakan satu dari yang lain. Mereka menyampaikan pesan yang sama dengan bahasa yang berbeda-beda.
Sikap pasrah kepada Tuhan sebagai unsur kemanusiaan yang alami dan sejati, kesatuan kenabian dan ajaran para Nabi untuk semua umat dan bangsa, semuanya itu menjadi dasar universalisme ajaran yang benar dan tulus, yaitu “ Al-Islam “. Ini pula yang mendasari universalisme Islam ( dengan I besar ), yang secara historis dan sosiologis, disamping secara teologis ( termuat dalam Al-Quran ), menjadi nama ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Penamaan ini dibenarkan, karena ajaran Nabi Muhammad adalah ajaran pasrah kepada Tuhan. Jadi Islam memang sudah menjadi nama sebuah agama, yaitu agama Rosul Pamungkas. Namun ia bukan sekedar nama, tapi nama yang tumbuh karena haqeqat dan inti ajaran itu, yaitu pasrah kepada Tuhan ( Islam ).
Patut kiranya kita renungkan kembali dalam-dalam pesan Tuhan yang menyeluruh berkenaan dengan “ kesinambungan” agama Ebraheem yang hanif dan pasrah. “ Dia Allah menetapkan bagi kamu “ agama” sesuatu yang telah Dia pesankan kepada Nuh, dan yang telah Kami wahyukan
kepadamu, dan yang Kami pesankan kepada Ebraheem, Musa, dan Isa yaitu hendaknya kamu sekalian menjaga “ agama” itu dan tidak berpecah belah di dalamnya ( QS. 42 : 13 ). “ Ebraheem bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang yang hanif ( QS. 4 : 67 ). Kembali kepada agama dan Tuhan Ebraheem secara patuh dan pasrah ( Islam ) adalah jalan keselamatan dunia dan akhirat.
Dengan begitu maka seorang yang mengaku pengikut Nabi Muhammad adalah seorang Muslim, yang pada dasarnya tanpa mengeksklusifkan yang lain, yang dalam menganut agamanya itu seharusnya senantiasa sadar akan apa hakikat agamanya, yaitu Al-Islam, sikap pasrah total
hanya pada Tuhan. Yang mampu pasrah total hanya pada Tuhan tentunya yang sudah mampu benar-benar mengenal-Nya. Karena kesadaran makna hakiki keagamaan itu maka agama Islam, juga orang Muslim atau umat Islam selamanya harus mempunyai impulse universalisme , yang pada urutannya memancar dalam wawasan kulturalnya yang berwatak cosmopolit tidak picik dan taklid buta. Wa Allahu 'Aalim.
kenali-diri-anda.
Tiga agama besar dunia, Yahudi, Nasrani dan Islam, dibawa oleh keturunan dari Nabi Ebraheem. Sedangkan dari segi ajaran, walaupun semua Nabi sama-sama membawa ajaran keesaan Tuhan, namun dalam pemaparannya Nabi Ebraheem mengemukakan bukti-bukti yang berbeda dari Nabi-nabi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan perkembangan tingkat kedewasaan berfikir umat pada setiap Nabi-nabi itu.
Nabi Ebraheem merupakan periode baru dari tuntunan pencarian seorang manusia tentang ketuhanan Yang Maha Esa. Sebab jauh di dalam diri manusia terdapat kekuatan-kekuatan yang masih tertidur nyenyak ( Annas niyaam faizhaa muutuu intabahuu ), kekuatan yang membuat
mereka takjub yang apabila digugah dan ditindaklanjuti akan merubah paradigma dan kehidupan secara cepat. Hal ini lah yang dialami oleh Ebraheem, dia termasuk manusia dengan tipikal Climber ( orang yang seumur hidupnya membangkitkan dirinya pada puncak perjalanan
keruhaniannya untuk mencapai dan menjalani hidup secara lengkap.
Sebagaimana direkam dalam Al-Qur'an QS. Al-An'am 76-79 dalam proses pencarian akan kebenaran ada orang-orang yang menolak kesempatan untuk tumbuh dan berkembang ( Quitter ) seperti Ayahnya Ebraheem, dan ada juga orang-orang yang cepat puas dengan perjuangan dan pencariannya akan kebenaran dan karena bosan mereka menghentikan dan
mengakhiri pendakian spiritual serta mencari tempat datar aman dan nyaman saja (Camper ). dengan kata lain manusia ada yang tidak percaya akan adanya Tuhan, ada yang percaya adanya Tuhan dan mereka merasa cukup untuk tidak menggali dan mencari serta mendaki lagi, serta ada manusia yang percaya pada Tuhan dan dijadikan kepercayaannya itu sebagai Stepping Stone atau batu loncatan untuk pencarian lebih dalam dari apa yang dipercayainya itu. Hal ini lah yang terjadi pada Nabi Ebraheem, sehingga dikenal disamping sebagai “ Bapak para Nabi “, Ebraheem pun dikenal sebagai ' Bapak Monoteisme serta proklamator keadilan Ilahi “.
Nabi Ebraheem mengajak kepada semua umat manusia pada masanya untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Pencipta langit dan bumi, serta semua umat manusia. Tuhan semua makhluk yang tidak membedakan suku, bangsa dan jenis makhluk tertentu. Namun secara jelas dan harfiah dituturkan dalam kitab suci bahwa yang pertama kali menyadari
Al-Islam atau sikap kondisi jiwa yang pasrah total hanya kepada Tuhan itu sebagai inti agama ialah nabi Nuh, Rosul Allah urutan ketiga dalam deretan 25 Nabi & Rosul setelah Adam dan Idris.
Dituturkan bahwa Nabi Nuh mendapat perintah Allah untuk menjadi salah seorang yang Muslim ( orang yang pasrah ) dan bersifat Al-Islam, pasrah hanya kepada Tuhan ( QS. 10 : 71-72 ). Kesadaran akan al-Islam itu lebih lebih lagi tumbuh derngan kuat dan tegas pada Nabi Ebraheem. Seperti juga halnya Nabi Nuh, Ebraheem juga diperintahkan untuk berislam ( QS. 2 : 131 ).
Agama yang benar dengan inti ajaran pasrah total hanya kepada Tuhan itu kemudian diwasiatkan Ebraheem kepada keturunannya. Salah satu garis keturunannya itu adalah Nabi Ya'qub atau Israel ( artinya hamba Allah ) dari jurusan nabi Ishaq, salah seorang putra Ebraheem.
Wasiat Ebraheem dan Ya'qub itu kemudian menjadi dasar agama-agama Israel, yaitu yang sekarang bertahan agama Yahudi dan Nasrani ( QS. 2 : 132 ). Jadi agama Yahudi dan Nasrani berpangkal pada Al-Islam, karena merupakan kelanjutan agama Nabi Ebraheem. Tapi tidaklah
berarti bahwa Ebraheem itu seorang Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang yang pasrah total hanya pada Tuhan ( Muslim) ( QS.3 : 65-67 ). Bahwa agama Yahudi itu pada dasarnya mengajarkan “Islam” , ditegaskan dalam penuturan Al-Qur'an mengenai fungsi Taurat ( QS. 5
: 44 ). Begitu pula dengan Nabi Isa/Yesus atau Al-masih/Kristus putera Maryam, Isa datang dengan membawa ajaran pasrah total hanya pada Tuhan ( QS. 3 : 52, QS. 5 :111 ).
Karena merupakan inti semua agama yang benar, maka “ Al-Islam “ atau pasrah hanya pada Tuhan adalah pangkal adanya hidayat Ilahi kepada seseorang. Maka “Al-Islam” menjadi landasan universal kehidupan manusia dan semua makhluk Tuhan dan berlaku di setiap tempat dan waktu. Dan karena “ Al-Islam “ merupakan titik temu semua ajaran yang benar, maka diantara sesama penganut yang tulus akan ajaran itu pada prinsipnya harus dibina hubungan dan pergaulan yang sebaik-baiknya, kecuali dalam keadaan terpaksa, seperti jika salah satu dari mereka bertindak zalim kepada yang lain. Sikap ini terutama diamanatkan kepada para pengikut Nabi Muhammad, sebab salah satu tujuan dan fungsi umat Muhammad adalah sebagai penengah (umatan washatan/washit ) antara sesama manusia, serta sebagai saksi (syuhada) atas seluruh kemanusiaan. Jadi sikap pasrah kepada Tuhan itu merupakan tuntutan alami semua makhluk Tuhan dalam hal ini adalah manusia.
Agama ( bahasa Arab nya :al-din, secara harfiah antara lain berarti “ ketundukan, kepatuhan, atau ketaatan ) yang sah tidak bisa lain daripada sikap pasrah kepada Tuhan ( Al-Islam). Maka tidak ada agama tanpa sikap itu, yakni, keagamaan tanpa kepasrahan kepada Tuhan adalah tidak sejati ( inilah antara lain makna penegasan QS. 3 : 19, QS. 3 : 85, barang siapa menuntut “ agama” selain “al-islam” maka darinya tidak akan diterima, dan di akhirat ia akan termasuk mereka yang merugi ). karena prinsip-prinsip ini maka semua agama yang benar pada hakikatnya adalah “ al-Islam”, yakni mengajarkan sikap kepasrahdirian hanya kepada Sang Pencipta, Tuhan yang Esa.
Dalam kitab suci berulang kali kita dapati penegasan bahwa agama para Nabi terdahulu sebelum Muhammad SAW, semuanya adalah “Al-Islam” karena inti semua ajaran agama itu adalah ajaran tentang pasrah kepada Tuhan. Atas dasar inilah maka agama yang dibawa Nabi Muhammad disebut Agama Islam, karena ia secara sadar dan dengan penuh deliberasi mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan, sehingga agama Nabi Muhammad merupakan Al-Islam, namun bukan satu-satunya, dan tidak unik dalam arti berdiri sendiri, melainkan tampil dalam rangkaian dengan agama-agama Al-Islam yang lain, yang telah tampil terdahulu. Apalagi sikap pasrah kepada Tuhan itu merupakan hakikat dari seluruh alam, yaitu sikap pasrah pihak ciptaan kepada pencipta-Nya, yaitu Tuhan. Ketaatan langit dan bumi, mekarnya bunga
di taman, bergugurannya dedaunan di musim dingin adalah kepasrahan dan keislamannya. Maka implikasi prinsip-prinsip yang diletakkan dalam Al-Qur'an itu adalah kesatuan kenabian dan kerosulan. Yaitu bahwa semua Nabi dan Rosul mengemban visi dan misi yang sama yaitu membawa manusia kembali kepada Tuhan yang Esa dan Tuhannya adalah Tuhan yang Maha Esa. Tugas Ilahi ini sama dan tidak bisa, serta tidak dibenarkan, untuk dibeda-bedakan satu dari yang lain. Mereka menyampaikan pesan yang sama dengan bahasa yang berbeda-beda.
Sikap pasrah kepada Tuhan sebagai unsur kemanusiaan yang alami dan sejati, kesatuan kenabian dan ajaran para Nabi untuk semua umat dan bangsa, semuanya itu menjadi dasar universalisme ajaran yang benar dan tulus, yaitu “ Al-Islam “. Ini pula yang mendasari universalisme Islam ( dengan I besar ), yang secara historis dan sosiologis, disamping secara teologis ( termuat dalam Al-Quran ), menjadi nama ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Penamaan ini dibenarkan, karena ajaran Nabi Muhammad adalah ajaran pasrah kepada Tuhan. Jadi Islam memang sudah menjadi nama sebuah agama, yaitu agama Rosul Pamungkas. Namun ia bukan sekedar nama, tapi nama yang tumbuh karena haqeqat dan inti ajaran itu, yaitu pasrah kepada Tuhan ( Islam ).
Patut kiranya kita renungkan kembali dalam-dalam pesan Tuhan yang menyeluruh berkenaan dengan “ kesinambungan” agama Ebraheem yang hanif dan pasrah. “ Dia Allah menetapkan bagi kamu “ agama” sesuatu yang telah Dia pesankan kepada Nuh, dan yang telah Kami wahyukan
kepadamu, dan yang Kami pesankan kepada Ebraheem, Musa, dan Isa yaitu hendaknya kamu sekalian menjaga “ agama” itu dan tidak berpecah belah di dalamnya ( QS. 42 : 13 ). “ Ebraheem bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang yang hanif ( QS. 4 : 67 ). Kembali kepada agama dan Tuhan Ebraheem secara patuh dan pasrah ( Islam ) adalah jalan keselamatan dunia dan akhirat.
Dengan begitu maka seorang yang mengaku pengikut Nabi Muhammad adalah seorang Muslim, yang pada dasarnya tanpa mengeksklusifkan yang lain, yang dalam menganut agamanya itu seharusnya senantiasa sadar akan apa hakikat agamanya, yaitu Al-Islam, sikap pasrah total
hanya pada Tuhan. Yang mampu pasrah total hanya pada Tuhan tentunya yang sudah mampu benar-benar mengenal-Nya. Karena kesadaran makna hakiki keagamaan itu maka agama Islam, juga orang Muslim atau umat Islam selamanya harus mempunyai impulse universalisme , yang pada urutannya memancar dalam wawasan kulturalnya yang berwatak cosmopolit tidak picik dan taklid buta. Wa Allahu 'Aalim.
kenali-diri-anda.
Subscribe to:
Posts (Atom)