ads

Showing posts with label kebenaran. Show all posts
Showing posts with label kebenaran. Show all posts

Tingkatan RUH

TENTANG TINGKATAN RUH
Oleh : Hadrian Nataprawira

Beberapa tingkatan ruh atau tingkatan cahaya manusia untuk memahami isi Al Quran antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama, RUH INDERAWI
Yaitu ruh yang dapat menyadap segala sesuatu yang ditransfer oleh panca indera. Ruh ini adalah ruh dasar makhluk hidup.

Kedua, RUH KHAYALI
Yaitu ruh yang merekam informasi yang disampaikan oleh panca indera, kemudian menyimpannya, selanjutnya dikirim ke ruh akal disaat ia memerlukannya.

Ketiga, RUH AQLI
Yaitu ruh yang dapat menyadap makna makna diluar indera dan khayal. Ruh ini merupakan substansi manusiawi yang tidak dimiliki oleh hewan, bayi atau anak kecil. ruh akal ini mempunyai daya sadap pengetahuan pengetahuan yang bersifat dharuri (aksiomatis) dan universal.

Keempat Ruh FIKRI
yaitu ruh pemikiran yang mengambil ilmu ilmu akal murni. Dari ruh ini timbul pemikiran pemikiran dualisme (tesis dan antitesis)yang selanjutnya menumbuhkan pemikiran yang sangat berharga. Kemudian dari tesis and antitesis ini timbulah sintesis. Akan tetapi dari sintesis ini timbul lagi tesis dan antitesis. begitulah hingga membentuk dialetika yang tiada kata akhir, yang menyebabkan pengetahuan itu kian hari kian bertambah.

Kelima, RUH AL-QUDSI AN-NABAWI
yaitu ruh yang khusus dimiliki oleh para nabi dan sebagian para wali. Didalam ruh ini tersingkaplah lauh-lauh (catatan catatan) gaib. Disamping itu terbuka pula hukum hukum akhirat, pengetahuan pengetahuan tentang kerajaan langit dan bumi, bahkan terbuka pula pengetahuan pengetahuan rabbani (tentang ketuhanan) yang semua itu tidak dapat dijangkau oleh kemampuan akal dan pemikiran.

"Demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh ini dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengerti tentang apakah Al Kitab itu, juga apakah iman itu. Akan tetapi Kami jadikan Al Quran itu cahaya yang Kami tunjuki siaoa yang Kami kehendaki diantara hamba hamba Kami. dan sesungguhnya kamu benar benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Q.S 42:52)

Kita tidak boleh berhenti di alam akal, sebab dibalik alam akal masih terdapat tingkatan alam lain yang tidak dapat dijamah oleh akal. Hal ini seperti alam yang terdapat dibalik (diatas) akal tamyiz dan akal inderawi, yang berisi muatan muatan tersingkapnya keajaiban keajaiban dan keanehan keanehan yang tidak terjamah ileh akal tamyiz dan inderawi.

Maka janganlah sekali sekali beranggapan bahwa kesempurnaan itu hanyalah milik anda !!
Lihatlah mereka yang mempunyai "dzauq syi’ri" (perasaan yang halus) yang hanya dimiliki oleh orang tertentu saja. Padahal perasaan itu merupakan jenis daya sadap yang tidak dimiliki oleh setiap orang Akibatnya orang yang tidak memiliki perasaan halus ini tidak dapat memberdakan antara nada irama yang indah, teratur, rapi dengan nada yang kacau dan sumbang.
Cobalah analogikan perumpamaan ini dengan dzauq kenabian yang sangat spesifik. Dari sana berupayalah untuk menjadi orang yang dapat memahami dan memiliki ilmu pengetahuan tentang perumpamaan itu, paling tidak anda harus termasuk golongan yang mempercayai ilmu sepertinya.
"Allah akan mengangkat orang orang beriman diantara kamu dan orang orang yang mempunyai ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S 58:11)

Ilmu berada diatas iman, dan dzauq berada diatas ilmu, dan ketahuilah bahwa dzauq itu adalah "wujdan" (perasaan yang sangat halus yang timbul di hati nurani) dan ilmu itu adalah analogi. Sedangkan iman adalah semata mata penerimaan dengan cara taklid dan berbaik sangka terhadap ahli wujdan dan ahli makrifat.
Setelah memahami kelima macam ruh daiatas, ketahuilah bahwa semua itu merupakan cahaya-cahaya, sebab dengan cahaya itu segala maujudat menjadi kelihatan. Sedangkan dua diantara berbagai ruh itu, yakni ruh inderawi dan ruh khayali dimiliki juga oleh hewan. Tetapi kedua macam ruh itu, dan yang berhubungan dengan manusia adalah lebih mulia dan lebih tinggi tingkatannya. Kedua ruh itu diciptakan pada diri manusia untuk tujuan yang lebih jelas dan lebih terang. Sedangkan tujuan dari diciptakannya ruh inderawi dan ruh khayali pada binatang semata mata untuk mencari makanan.

Adapun tujuan diciptakannya kedua ruh itu dalam diri manusia adalah sebagai sistem atau metode untuk menangkap dasar dasar ilmu pengetahuan agama yang mulia, yang terdapat di alam bawah (alam dunia). Sebab, jika manusia mengenal sesuatu dengan indera nya, maka lebih jauh melalui akalnya dia dapat menangkap makna yang umum dan mutlak.


Five Principles for Prosperity










Levy's Five Principles for Prosperity

Principle Number One: Enjoy Everything.

We should understand the world does not owe us a living. We will succeed or fail by the amount of Joy we have for the project we will call our work. The number one ingredient is enthusiasm and commitment for the job in hand.

We have to understand that very few things will go in the direction we desire and the more we practice our skills, the luckier we will become. We manufacture our own luck, and recognizing opportunities is the key to success.

Every viewpoint, in every business day, has to be explored. Never say no to anything until we have examined every possibility and outcome. Even if we find that it is not what we desire, we leave the door open for future development. If we are only interested in what we can get out of any action of the moment, we are doomed for failure.

Principle Number Two: Give First.

A key ingredient in a successful venture is giving rather than taking. In other words give the best and you will receive the best. If you do not have the ability to give the best, keep on trying different approaches until you can give the best. Whatever you give you will get back in abundance.

There are those who have achieved money and status by devious means. They may have all the trappings of the luxury lifestyle, but they do not possess the clear mind to enjoy the fruits of their labor. Therefore, they are not a success to themselves.

All the stresses and strains of cheating will one day manifest into an illness. You can mislead other people but you cannot lie to your immune system. So, it pays big dividends to give others a helping hand up the ladder of success.

Principle Number Three: Overcome Adversity.

Enjoy the failures more than the successes. Understand there is no such thing as failure. Each lesson learnt, is a lesson gained. Just don't keep making the same mistakes. Everything is a gain, gain situation. Negative people are our stepping stones to wealth. The more they tell us it can't be done, the more energy they give us to get the job done successfully. Adversities are sent to test our resolve. Become a good hurdler and learn how to jump over them.

If we require an answer to a difficult problem we need to solve, we ask any questions we need to solve, a few minutes before we go to sleep-and then forget about it. We then go into a sound, deep sleep.

The next morning, on awakening, we may get an idea from "out-of-the-blue" that solves the issue. If not that morning, then it may take more time to solve. Ask the question every night until the matter resolves itself…and it surely will!

Principle Number Four: Stay Debt-Free.

It is far better to walk before we can run. We must not pile up too much debt. If we cannot afford something, then we work a little harder and longer until we have the funds to expand. I know this is not the modern way of thinking and there are always exceptions to the rule, but being debt-free sure makes for 'Peaceful Sleep.' Being 'Under Pressure' to pay bills is no way to live. Our purpose is to enjoy life and our labor must be a labor of love without demands.

Principle Number Five: Enjoy Endurance.

Remember the three P's: Patience, Persistence, Perseverance. If we trust in our ‘True Self,' we cannot fail. As long as we are enjoying our business activities in the same way as we enjoy our leisure, success is assured.

If it takes a few years more than we thought to achieve our goal, then so much the better, because we have more time to gain extra experience… It will allow for more time to exhibit to people that we are trustworthy and reliable.

Integrity cannot be bought, therefore once we gain authentic credibility, everything else we do eases into its appropriate space. It will eventually mean other business people will regard us as experts in our field. We have mastered time and space.

With the five principles for prosperity deposited into our memory banks, we are ready to build new bridges. Network with all the new and innovative companies in our field.

We are constantly entering new areas of High-Technology. Business today needs new innovation and leadership to succeed. This is year 2005 and new dimensions of thought are needed for success. Therefore, it is now more important than ever to project the five principles of prosperity.

We will also need to understand how to overcome and eliminate worry and anxiety. It is essential to find inner peace and harmony to relieve the burdens of stress.

By allowing our minds the freedom of silence that transcends to higher dimensions, we will find infinite possibilities. Our potential for success is only limited by what we think we know.

That type of limitation can cause great pressure, therefore we require an objective detachment from outside events we cannot control. We can only execute what we are able to perform-and what seems impossible at one moment, we can do at another appropriate-moment-in-time.

When we open our imagination (image-maker), we open the doorway to success. Every human mind has a wormhole in the deepest section of the brain that can take the mind's thoughts into what Einstein called the ‘Creative Mind of God.' Einstein declared that he wanted to know what God is thinking, everything else is mere details…and so it is.

It is never too late in life to explore your mind's links to creativity

Even when we retire from our occupation, we must never retire from life. The secret to retirement is to keep an active mind. I have a friend aged eighty-seven who still enjoys working as a realtor, selling apartments. He tells me it makes him feel like a young pup. There are many hobbies we can enjoy and maybe they will make money? Regular exercise will keep us healthy and it also keeps the sex drive in gear. Aging signifies that life is still a joyride to an active mind.

Just one other point…It is important to note that we will never actual own anything. We only possess what we can take on our eternal journey. We are just renting space and time, so our success is not measured by our bank balance. We live in a materialistic world and to become truly prosperous we need to ascertain that, when we reverse our conditioned mind's way of thinking, we find …( in whatever form our image-creation observes) creativity. A Universal spirit guiding us on an authentic life course. What a power-force to guide us and establish an easy way to follow to prosperity!

Are you now ready to accept success?


al-islam.

Kenali Diri Anda

“ KENALI DIRI ANDA “


Kita tidak bisa mulai benar benar hidup sebelum mengetahui siapa dan apa kita. Jadi siapakah kita? Apakah kita adalah apa yang kita kerjakan sesuai nama pekerjaan kita? Apakah kita adalah dari mana kita berasal, sesuai bangsa kita? Apakah kita, keyakinan kita, sesuai kepercayaan kita? Jika tidak ada satu pun dari hal tersebut menjawab pertanyaan diatas, dan memang tidak, apakah anda? siapakah Anda? Tak ada lagi yang tersisa. Kalau begitu kita harus memanggil Anda apa? Kepekaan? Kesadaran? Jiwa? Roh? Ataukah semua itu lagi lagi cuma merek label ? Dapatkah kita melampaui semua label tersebut dan hanya menjadi jati diri Anda? Jati diri. Perorangan. Sadar.

Bebas. Jati diri yang mawas diri. Itulah Anda.
Bahasa yang lazim di dunia ini adalah bahasa label. Dan seperti halnya label yang menempel di sebuah kotak atau yang tergantung pada sebuah pakaian bukanlah barang yang di deskripsikan label itu, kita telah salah mengenali kedua hal tersebut. Kita berfikir bahwa kita adalah apa yang di deskripsikan label kita. Lalu pada saat label tersebut terancam atau dilepaskan, kita merasa sangat kesal. Kita sukar melihat ilusi itu dan menyadari bahwa kita sebenarnya bukan apa yang dikatakan label kita. Beberapa dari kita bahkan rela mati demi label( agama, komunitas, partai, suku dll) mereka.

Kita bukanlah kebangsaan, ras, gender, atau agama kita. Akan tetapi,

kita diajari untuk berfikir bahwa kita adalah berbagai hal tersebut

dan hal itu sangat tidak tercerahkan. Hal itu juga menjadikan

kehidupan sebuah perjalanan yang sangat menyakitkan. Tidaklah

mengejutkan bila orang-orang di sekitar kita sering kali mengenal

kita lebih baik daripada kita mengenal diri sendiri. Tak seorangpun

mengajari kita nilai mengenal diri sendiri, seperti yang dikatakan

seorang filsuf terkenal “ hidup yang tidak disadari tak berharga

untuk dijalani.” yang sesungguhnya bermakna bahwa jati diri jarang

dikenal seutuhnya.

Mengenal diri sendiri berarti menyadari jati diri sejati ( jiwa ),

sifat sejati ( damai ), dan tujuan sejati ( menciptakan, memberi,

dan menerima). Bila hal itu diwujudkan dan dipahami, Anda akan mulai

mengerti dari mana emosi-emosi seperti kemarahan, depresi, rasa

sakit dan ketidaknyamanan, kehampaan, dan keserakahan berasal. Anda

perlu mengetahui bagaimana dan mengapa perasaan perasaan itu muncul

dalam kepribadian Anda. Jika tidak, kesengsaraan akan sering

mengunjungi Anda, akan terjadi kehampaan makna hidup, dan Anda akan

merasakan hidup Anda tak berharga.

Ketika Anda mampu menanggalkan semua label palsu identitas Anda,

Anda akan mulai memperoleh kembali kesadaran akan jati diri sejati

Anda. Kesadaran itu lebih merupakan pengalaman daripada gagasan,

yang menjadi alasan kenapa meditasi atau tafakur adalah jalan

terbaik untuk mencapainya. Ingat , cara Anda melihat diri sendiri

sepenuhnya mempengaruhi cara Anda melihat dunia, pendapat Anda

tentang dunia, dan karena itu apa yang Anda berikan kepada dunia dan

semesta. Dan apa yang Anda berikan kepada dunia adalah apa yang Anda

peroleh kembali dari dunia.

Bagi banyak orang, mengenali diri sendiri bisa jadi ide yang aneh.

Hal tersebut sedemikian asing pada seluruh sistem pendidikan kita

sehingga bisa jadi sulit untuk melihat kaitannya dengan kehidupan

sehari-hari kita. Akan tetapi, bagaimana jika di usia yang sangat

tua Anda menemukan bahwa Anda betul-betul seseorang yang pandai dan

bijaksana, seseorang yang penuh wawasan dan tercerahkan. ...kenapa

Anda tidak bisa menemukan ciri khas bathin terpendam itu pada usia

dua puluhan tahun? Kemawasan diri, penemuan diri, pemahaman diri,

dan penguasaan diri semuanya merupakan jalan setapak untuk menemukan

kembali kebijaksanaan dan harta karun kekayaan bathin kita ( kuntu

kanzan mahfiyan ). jangan jalani seluruh hidup Anda di luar diri

Anda sendiri, luangkan sedikit waktu di dalam ruang rindu dan Anda

akan mengerti makna sejati “ perburuan harta karun”. Setelah Anda

menemukan harta karun tersebut itulah peta Anda, dan saat nya untuk

memulai perjalanan Anda. Wa Allahu 'Aalim.




AL ISLAM

“ Al-Islam sesuai dengan segala zaman dan tempat “

Tiga agama besar dunia, Yahudi, Nasrani dan Islam, dibawa oleh keturunan dari Nabi Ebraheem. Sedangkan dari segi ajaran, walaupun semua Nabi sama-sama membawa ajaran keesaan Tuhan, namun dalam pemaparannya Nabi Ebraheem mengemukakan bukti-bukti yang berbeda dari Nabi-nabi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan perkembangan tingkat kedewasaan berfikir umat pada setiap Nabi-nabi itu.

Nabi Ebraheem merupakan periode baru dari tuntunan pencarian seorang manusia tentang ketuhanan Yang Maha Esa. Sebab jauh di dalam diri manusia terdapat kekuatan-kekuatan yang masih tertidur nyenyak ( Annas niyaam faizhaa muutuu intabahuu ), kekuatan yang membuat
mereka takjub yang apabila digugah dan ditindaklanjuti akan merubah paradigma dan kehidupan secara cepat. Hal ini lah yang dialami oleh Ebraheem, dia termasuk manusia dengan tipikal Climber ( orang yang seumur hidupnya membangkitkan dirinya pada puncak perjalanan
keruhaniannya untuk mencapai dan menjalani hidup secara lengkap.

Sebagaimana direkam dalam Al-Qur'an QS. Al-An'am 76-79 dalam proses pencarian akan kebenaran ada orang-orang yang menolak kesempatan untuk tumbuh dan berkembang ( Quitter ) seperti Ayahnya Ebraheem, dan ada juga orang-orang yang cepat puas dengan perjuangan dan pencariannya akan kebenaran dan karena bosan mereka menghentikan dan
mengakhiri pendakian spiritual serta mencari tempat datar aman dan nyaman saja (Camper ). dengan kata lain manusia ada yang tidak percaya akan adanya Tuhan, ada yang percaya adanya Tuhan dan mereka merasa cukup untuk tidak menggali dan mencari serta mendaki lagi, serta ada manusia yang percaya pada Tuhan dan dijadikan kepercayaannya itu sebagai Stepping Stone atau batu loncatan untuk pencarian lebih dalam dari apa yang dipercayainya itu. Hal ini lah yang terjadi pada Nabi Ebraheem, sehingga dikenal disamping sebagai “ Bapak para Nabi “, Ebraheem pun dikenal sebagai ' Bapak Monoteisme serta proklamator keadilan Ilahi “.

Nabi Ebraheem mengajak kepada semua umat manusia pada masanya untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Pencipta langit dan bumi, serta semua umat manusia. Tuhan semua makhluk yang tidak membedakan suku, bangsa dan jenis makhluk tertentu. Namun secara jelas dan harfiah dituturkan dalam kitab suci bahwa yang pertama kali menyadari
Al-Islam atau sikap kondisi jiwa yang pasrah total hanya kepada Tuhan itu sebagai inti agama ialah nabi Nuh, Rosul Allah urutan ketiga dalam deretan 25 Nabi & Rosul setelah Adam dan Idris.

Dituturkan bahwa Nabi Nuh mendapat perintah Allah untuk menjadi salah seorang yang Muslim ( orang yang pasrah ) dan bersifat Al-Islam, pasrah hanya kepada Tuhan ( QS. 10 : 71-72 ). Kesadaran akan al-Islam itu lebih lebih lagi tumbuh derngan kuat dan tegas pada Nabi Ebraheem. Seperti juga halnya Nabi Nuh, Ebraheem juga diperintahkan untuk berislam ( QS. 2 : 131 ).

Agama yang benar dengan inti ajaran pasrah total hanya kepada Tuhan itu kemudian diwasiatkan Ebraheem kepada keturunannya. Salah satu garis keturunannya itu adalah Nabi Ya'qub atau Israel ( artinya hamba Allah ) dari jurusan nabi Ishaq, salah seorang putra Ebraheem.

Wasiat Ebraheem dan Ya'qub itu kemudian menjadi dasar agama-agama Israel, yaitu yang sekarang bertahan agama Yahudi dan Nasrani ( QS. 2 : 132 ). Jadi agama Yahudi dan Nasrani berpangkal pada Al-Islam, karena merupakan kelanjutan agama Nabi Ebraheem. Tapi tidaklah
berarti bahwa Ebraheem itu seorang Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang yang pasrah total hanya pada Tuhan ( Muslim) ( QS.3 : 65-67 ). Bahwa agama Yahudi itu pada dasarnya mengajarkan “Islam” , ditegaskan dalam penuturan Al-Qur'an mengenai fungsi Taurat ( QS. 5
: 44 ). Begitu pula dengan Nabi Isa/Yesus atau Al-masih/Kristus putera Maryam, Isa datang dengan membawa ajaran pasrah total hanya pada Tuhan ( QS. 3 : 52, QS. 5 :111 ).

Karena merupakan inti semua agama yang benar, maka “ Al-Islam “ atau pasrah hanya pada Tuhan adalah pangkal adanya hidayat Ilahi kepada seseorang. Maka “Al-Islam” menjadi landasan universal kehidupan manusia dan semua makhluk Tuhan dan berlaku di setiap tempat dan waktu. Dan karena “ Al-Islam “ merupakan titik temu semua ajaran yang benar, maka diantara sesama penganut yang tulus akan ajaran itu pada prinsipnya harus dibina hubungan dan pergaulan yang sebaik-baiknya, kecuali dalam keadaan terpaksa, seperti jika salah satu dari mereka bertindak zalim kepada yang lain. Sikap ini terutama diamanatkan kepada para pengikut Nabi Muhammad, sebab salah satu tujuan dan fungsi umat Muhammad adalah sebagai penengah (umatan washatan/washit ) antara sesama manusia, serta sebagai saksi (syuhada) atas seluruh kemanusiaan. Jadi sikap pasrah kepada Tuhan itu merupakan tuntutan alami semua makhluk Tuhan dalam hal ini adalah manusia.

Agama ( bahasa Arab nya :al-din, secara harfiah antara lain berarti “ ketundukan, kepatuhan, atau ketaatan ) yang sah tidak bisa lain daripada sikap pasrah kepada Tuhan ( Al-Islam). Maka tidak ada agama tanpa sikap itu, yakni, keagamaan tanpa kepasrahan kepada Tuhan adalah tidak sejati ( inilah antara lain makna penegasan QS. 3 : 19, QS. 3 : 85, barang siapa menuntut “ agama” selain “al-islam” maka darinya tidak akan diterima, dan di akhirat ia akan termasuk mereka yang merugi ). karena prinsip-prinsip ini maka semua agama yang benar pada hakikatnya adalah “ al-Islam”, yakni mengajarkan sikap kepasrahdirian hanya kepada Sang Pencipta, Tuhan yang Esa.

Dalam kitab suci berulang kali kita dapati penegasan bahwa agama para Nabi terdahulu sebelum Muhammad SAW, semuanya adalah “Al-Islam” karena inti semua ajaran agama itu adalah ajaran tentang pasrah kepada Tuhan. Atas dasar inilah maka agama yang dibawa Nabi Muhammad disebut Agama Islam, karena ia secara sadar dan dengan penuh deliberasi mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan, sehingga agama Nabi Muhammad merupakan Al-Islam, namun bukan satu-satunya, dan tidak unik dalam arti berdiri sendiri, melainkan tampil dalam rangkaian dengan agama-agama Al-Islam yang lain, yang telah tampil terdahulu. Apalagi sikap pasrah kepada Tuhan itu merupakan hakikat dari seluruh alam, yaitu sikap pasrah pihak ciptaan kepada pencipta-Nya, yaitu Tuhan. Ketaatan langit dan bumi, mekarnya bunga
di taman, bergugurannya dedaunan di musim dingin adalah kepasrahan dan keislamannya. Maka implikasi prinsip-prinsip yang diletakkan dalam Al-Qur'an itu adalah kesatuan kenabian dan kerosulan. Yaitu bahwa semua Nabi dan Rosul mengemban visi dan misi yang sama yaitu membawa manusia kembali kepada Tuhan yang Esa dan Tuhannya adalah Tuhan yang Maha Esa. Tugas Ilahi ini sama dan tidak bisa, serta tidak dibenarkan, untuk dibeda-bedakan satu dari yang lain. Mereka menyampaikan pesan yang sama dengan bahasa yang berbeda-beda.

Sikap pasrah kepada Tuhan sebagai unsur kemanusiaan yang alami dan sejati, kesatuan kenabian dan ajaran para Nabi untuk semua umat dan bangsa, semuanya itu menjadi dasar universalisme ajaran yang benar dan tulus, yaitu “ Al-Islam “. Ini pula yang mendasari universalisme Islam ( dengan I besar ), yang secara historis dan sosiologis, disamping secara teologis ( termuat dalam Al-Quran ), menjadi nama ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Penamaan ini dibenarkan, karena ajaran Nabi Muhammad adalah ajaran pasrah kepada Tuhan. Jadi Islam memang sudah menjadi nama sebuah agama, yaitu agama Rosul Pamungkas. Namun ia bukan sekedar nama, tapi nama yang tumbuh karena haqeqat dan inti ajaran itu, yaitu pasrah kepada Tuhan ( Islam ).
Patut kiranya kita renungkan kembali dalam-dalam pesan Tuhan yang menyeluruh berkenaan dengan “ kesinambungan” agama Ebraheem yang hanif dan pasrah. “ Dia Allah menetapkan bagi kamu “ agama” sesuatu yang telah Dia pesankan kepada Nuh, dan yang telah Kami wahyukan
kepadamu, dan yang Kami pesankan kepada Ebraheem, Musa, dan Isa yaitu hendaknya kamu sekalian menjaga “ agama” itu dan tidak berpecah belah di dalamnya ( QS. 42 : 13 ). “ Ebraheem bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang yang hanif ( QS. 4 : 67 ). Kembali kepada agama dan Tuhan Ebraheem secara patuh dan pasrah ( Islam ) adalah jalan keselamatan dunia dan akhirat.

Dengan begitu maka seorang yang mengaku pengikut Nabi Muhammad adalah seorang Muslim, yang pada dasarnya tanpa mengeksklusifkan yang lain, yang dalam menganut agamanya itu seharusnya senantiasa sadar akan apa hakikat agamanya, yaitu Al-Islam, sikap pasrah total
hanya pada Tuhan. Yang mampu pasrah total hanya pada Tuhan tentunya yang sudah mampu benar-benar mengenal-Nya. Karena kesadaran makna hakiki keagamaan itu maka agama Islam, juga orang Muslim atau umat Islam selamanya harus mempunyai impulse universalisme , yang pada urutannya memancar dalam wawasan kulturalnya yang berwatak cosmopolit tidak picik dan taklid buta. Wa Allahu 'Aalim.

kenali-diri-anda.

Ana Al Haqq

Untuk memahami statemen Ana Al Haq nya Siti Jenar mau pun Al Hallaj yang tingkat spiritual nya sudah sangat tinggi tentu berbeda dengan pemahaman manusia pada umumnya yang terkukungkung oleh dogma agama. Untuk memahaminya kita harus berbicara di dimensi yang lebih tinggi dari dimensi kemanusiaan atau dimensi syariat…Kalau Siti Jenar berbicara mengenai Ana Al Haqq maka beliau berbicara di dimensi ke Illahian atau dimensi marifat dimana ke aku an nya telah sirna oleh cahaya-NYA dan yang tinggal hanyalah AKU atau Allah dalam dirinya.
Jadi pro dan kontra selama ini terjadi karena masing masing berbicara dalam dimensi yang berbeda,…jadi tidak ketemu. Jadi masing masing sikap tersebut sebaiknya tidak saling menghakimi malah justru harus saling menghargai. Jadi bagaimanapun, Siti Jenar adalah salah satu Wali Allah dan untuk memahami ajaran beliau yang penuh hikmah diperlukan sikap hati yang bersih dan akal yang jernih pula dalam mensikapinya tanpa dikotori oleh dogma dogma agama…karena disini kita berbicara mengenai "hati" atau sirr dimana Allah beserta orang orang yang hati nya telah "luluh" karena Nya. Jadi jangan lah kita sekali sekali menghakimi seseorang karena ketidak tahuan kita.