Kita tidak bisa mulai benar benar hidup sebelum mengetahui siapa dan apa kita. Jadi siapakah kita? Apakah kita adalah apa yang kita kerjakan sesuai nama pekerjaan kita? Apakah kita adalah dari mana kita berasal, sesuai bangsa kita? Apakah kita, keyakinan kita, sesuai kepercayaan kita? Jika tidak ada satu pun dari hal tersebut menjawab pertanyaan diatas, dan memang tidak, apakah anda? siapakah Anda? Tak ada lagi yang tersisa. Kalau begitu kita harus memanggil Anda apa? Kepekaan? Kesadaran? Jiwa? Roh? Ataukah semua itu lagi lagi cuma merek label ? Dapatkah kita melampaui semua label tersebut dan hanya menjadi jati diri Anda? Jati diri. Perorangan. Sadar.
Bebas. Jati diri yang mawas diri. Itulah Anda.
Bahasa yang lazim di dunia ini adalah bahasa label. Dan seperti halnya label yang menempel di sebuah kotak atau yang tergantung pada sebuah pakaian bukanlah barang yang di deskripsikan label itu, kita telah salah mengenali kedua hal tersebut. Kita berfikir bahwa kita adalah apa yang di deskripsikan label kita. Lalu pada saat label tersebut terancam atau dilepaskan, kita merasa sangat kesal. Kita sukar melihat ilusi itu dan menyadari bahwa kita sebenarnya bukan apa yang dikatakan label kita. Beberapa dari kita bahkan rela mati demi label( agama, komunitas, partai, suku dll) mereka.
Kita bukanlah kebangsaan, ras, gender, atau agama kita. Akan tetapi,
kita diajari untuk berfikir bahwa kita adalah berbagai hal tersebut
dan hal itu sangat tidak tercerahkan. Hal itu juga menjadikan
kehidupan sebuah perjalanan yang sangat menyakitkan. Tidaklah
mengejutkan bila orang-orang di sekitar kita sering kali mengenal
kita lebih baik daripada kita mengenal diri sendiri. Tak seorangpun
mengajari kita nilai mengenal diri sendiri, seperti yang dikatakan
seorang filsuf terkenal “ hidup yang tidak disadari tak berharga
untuk dijalani.” yang sesungguhnya bermakna bahwa jati diri jarang
dikenal seutuhnya.
Mengenal diri sendiri berarti menyadari jati diri sejati ( jiwa ),
sifat sejati ( damai ), dan tujuan sejati ( menciptakan, memberi,
dan menerima). Bila hal itu diwujudkan dan dipahami, Anda akan mulai
mengerti dari mana emosi-emosi seperti kemarahan, depresi, rasa
sakit dan ketidaknyamanan, kehampaan, dan keserakahan berasal. Anda
perlu mengetahui bagaimana dan mengapa perasaan perasaan itu muncul
dalam kepribadian Anda. Jika tidak, kesengsaraan akan sering
mengunjungi Anda, akan terjadi kehampaan makna hidup, dan Anda akan
merasakan hidup Anda tak berharga.
Ketika Anda mampu menanggalkan semua label palsu identitas Anda,
Anda akan mulai memperoleh kembali kesadaran akan jati diri sejati
Anda. Kesadaran itu lebih merupakan pengalaman daripada gagasan,
yang menjadi alasan kenapa meditasi atau tafakur adalah jalan
terbaik untuk mencapainya. Ingat , cara Anda melihat diri sendiri
sepenuhnya mempengaruhi cara Anda melihat dunia, pendapat Anda
tentang dunia, dan karena itu apa yang Anda berikan kepada dunia dan
semesta. Dan apa yang Anda berikan kepada dunia adalah apa yang Anda
peroleh kembali dari dunia.
Bagi banyak orang, mengenali diri sendiri bisa jadi ide yang aneh.
Hal tersebut sedemikian asing pada seluruh sistem pendidikan kita
sehingga bisa jadi sulit untuk melihat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari kita. Akan tetapi, bagaimana jika di usia yang sangat
tua Anda menemukan bahwa Anda betul-betul seseorang yang pandai dan
bijaksana, seseorang yang penuh wawasan dan tercerahkan. ...kenapa
Anda tidak bisa menemukan ciri khas bathin terpendam itu pada usia
dua puluhan tahun? Kemawasan diri, penemuan diri, pemahaman diri,
dan penguasaan diri semuanya merupakan jalan setapak untuk menemukan
kembali kebijaksanaan dan harta karun kekayaan bathin kita ( kuntu
kanzan mahfiyan ). jangan jalani seluruh hidup Anda di luar diri
Anda sendiri, luangkan sedikit waktu di dalam ruang rindu dan Anda
akan mengerti makna sejati “ perburuan harta karun”. Setelah Anda
menemukan harta karun tersebut itulah peta Anda, dan saat nya untuk
memulai perjalanan Anda. Wa Allahu 'Aalim.